Rabu, 27 April 2011

Mahasiswa dan Budaya Membaca

(Rosalia Devi Budi Anggraini – UNIKA Soegijapranata F.Teknologi Pangan 2004)

Kebanyakan orang telah mengenal buku sejak mereka duduk di bangku Taman Kanak-kanak atau bahkan sejak mereka masih belia. Bermula dari buku dongeng, kebiasaan membaca seseorang mulai dipupuk. Kebiasaan tersebut berlanjut dan tidak hanya buku dongeng saja. Seiring dengan bertambahnya
usia, jenis buku yang dibaca pun semakin beragam. Buku pelajaran, komik, novel, majalah, koran dan lain-lain.
Keberadaan buku membuat wawasan seseorang lebih luas. Buku seakan-akan sebuah jendela terhadap dunia luar yang tidak dapat dijangkau oleh seseorang. Dengan demikian buku adalah jembatan. Namun sayangnya, tidak semua orang menilai bahwa membaca adalah sebuah kebutuhan; melainkan hanya kewajiban belaka.
Di kalangan mahasiswa, membaca buku identik dengan tugas-tugas kuliah dan pembuatan laporan saja. Membaca tidak lekat dengan mahasiswa. Rendahnya minat baca mahasiswa disebabkan karena semakin banyaknya teknologi yang menawarkan hiburan yang lebih mudah dinikmati. Misalnya saja: tontonan sinetron di televisi, bermain game, pusat perbelanjaan.
Contohnya saja, lebih banyak mahasiswa yang berminat menonton film “Laskar Pelangi” daripada mahasiswa yang telah membaca novelnya. Mengapa hal ini terjadi? Karena dengan menonton film, mereka tidak usah bersusah payah membayangkan sambil berkonsentrasi tentang apa yang diceritakan dalam buku. Dengan menonton film, mereka hanya perlu duduk, melihat dan mendengar saja tanpa berimajinasi lebih jauh. Bandingkan dengan membaca buku; mereka harus meluangkan waktu yang tidak hanya butuh 2 – 3 jam, berkonsentrasi pada bacaan dan juga berimajinasi, membayangkan apa yang diceritakan dalam buku tersebut.
Bagi kebanyakan mahasiswa, membaca buku adalah suatu hal yang menghabiskan waktu dan sangat membosankan. Padahal, kalau kita mau menyediakan waktu untuk membaca maka semakin luaslah pengetahuan umum kita. Lalu apakah yang salah dengan budaya membaca mahasiswa? Kurikulum pendidikan kah? Atau dari pribadi mahasiswa itu sendiri?
Budaya membaca tidak dapat lahir begitu saja. Ada banyak hal yang mendorong orang untuk gemar membaca, antara lain: kebiasaan orang tua yang ditularkan kepada anak, dorongan dari dalam diri untuk membaca karena rasa ingin tahu, kesukaaan atau minat terhadap sesuatu dan kurikulum yang menanamkan pentingnya budaya membaca sejak dini. Adanya kecenderungan ‘copy-paste’ tugas di kalangan mahasiswa disebabkan karena rendahnya kebiasaan membaca mahasiswa. Hal ini adalah sebuah kemunduran bagi dunia pendidikan di Indonesia. Suatu hal yang sangat memprihantikan. Padahal, membaca adalah sebuah proses pembelajaran yang sangat efektif. Membaca akan membentuk pola pikir seseorang sesuai dengan buku-buku yang dibacanya. Segala tindakan dan ucapan manusia adalah manifestasi dari pola pikir. Bagaimana bisa maju kalau kita sebagai mahasiswa hanya bisa meng-copy paste tugas orang lain dan tidak mau membaca?
Kalau kita tidak mau menjadi individu yang berjiwa bebek, maka membacalah! “Sukses yang Anda peroleh hari ini akan hilang begitu Anda berhenti membaca.”

pernah aktif pendampingan anak di Komunitas Garam Semarang
tulisan ini pernah dimuat di abuletin Radix edisi I bulan Nov 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar