Senin, 25 April 2011

PANDANGAN DRIYARKARA TERHADAP PENDIDIKAN

oleh Ki Supriyoko

Abstract

PANDANGAN DRIYARKARA TERHADAP PENDIDIKAN

Kalau kita mencerna tulisan-tulisannya yang terkumpul dalam ‘Karya Lengkap Driyarkara’ (2006), pandangan Prof. Dr. N. Driyarkara, SJ, yang selanjutnya ditulis Driyarkara, terhadap pendidikan dapat diklasifikasi pada dua tataran; masing-masing tataran filosofis dan tataran praktis. Pandangan filosofis terhadap pendidikan dapat
dicermati misalnya saja di dalam tulisan “Problematika Pendidikan” (hal 269-276); sedangkan pandangan praktis dapat dicermati dalam tulisan “Kepentingan Pendidikan Guru Sekolah Menengah” (hal 314-321). Di luar itu ada pula pandangan yang berada di tengah-tengah antara tataran filosofis dengan praktis, misalnya saja dalam tulisan “Pendidikan Merupakan Komunikasi” (hal 284-291).

Dalam tulisan “Problematika Pendidikan”, uraian tentang eksistensia terasa kental tataran filosofisnya. Dalam tulisan yang menurut penulisnya didasarkan pada antropologia transendental dengan metode existensilistiko-fenomeno-logika, Driyarkara mendeskripsi perbedaan antara eksistensial-isme sebagai aliran filsafat dengan eksistensia sebagai tujuan pendidikan. Di sini banyak direfer berbagai pendapat para ahli seperti Maurice Merleau-Ponty, E. Le Roy, Martin Heidegger, Tubingen, Ludwig Binswanger, dsb. Sebagai tujuan pendidikan, eksistensia adalah terjadinya perubahan pada diri sendiri; sementara itu pendidikan merupakan komunikasi eksistensia manusiawi yang autentik kepada manusia muda supaya dimiliki, dilanjut-kan dan disempurnakan.

Di dalam tulisan “Kepentingan Pendidikan Guru Sekolah Menengah” terasa sekali masuk dalam tataran praktis. Dalam tulisan ini penulis mene-kankan pentingnya pendidikan guru untuk menghasilkan para (calon) guru yang profesional untuk mengantisipasi berkembangpesatnya pendidikan menengah waktu itu. Dengan membandingkan pendidikan guru sekolah menengah pada berbagai negara seperti di Norwegia, Austria, Inggris dan Perancis serta mengacu pendapat ahli pendidikan M.J. Langeveld, akhirnya Driyarkara berkesimpulan perlunya pendidikan khusus untuk mendidik para calon guru sekolah menengah tersebut.

Pada sisi lainnya dalam tulisan “Pendidikan Merupakan Komunikasi”, penulis mencoba menjelaskan tujuan pendidikan sebagai upaya mengkomu-nikasikan “bentuk yang konkret” seperti Pancasila kepada manusia muda. Di sini tataran praktisnya sangat nampak; meski demikian dalam mengurai substansinya dilakukan secara filosofis dengan mengacu berbagai pendapat para ahli seperti Romano Guardini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar