Senin, 25 April 2011

Romo Mangun, Bangkit pada Hari ke Tiga?

Kompasiana, 12 February 2010, Ouda Saija


YB Mangunwijaya, Pr. atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Romo Mangun meninggal pada tanggal 10 Februari 1999, tepat 11 tahun yang lalu. Tahu kah kau kawan bahwa dia ingin bangkit
pada hari ke tiga seperti Yesus dari Nasaret atau yang dikenal juga sebagai Isa Almasih yang diteladaninya?
***
Jantungnya memang sudah lemah. Pada tahun 1990 alat pacu jantung telah di pasang padanya. Dia mengurangi kegiatan-kegiatannya, namun kalau berbicara tentang perubahan untuk kemajuan Indonesia, dia tak bisa diam. Dia memang pernah menjadi tentara, bahkan pernah menjadi sopir jeep wilis Sri Sultan HB IX sebagai Panglima Perang pada masa agresi militer Belanda. Namun bukan jalan kekerasan yang dipilihnya untuk memajukan keadaban bangsanya, melainkan jalan pendidikan.
Jadi dia tak bisa menolak menghadiri dan berbicara dalam acara simposium “Membangun Indonesia Baru” di Hotel Le Meridien, Jakarta pada hari Rabu itu. Seusai acara ia menyambangi Muhammad Sobari sahabatnya.
“Inilah saya Kyai …” katanya seraya memeluknya.
Tiba-tiba bandannya limbung, terkulai. Imam Sobari menolongnya, membaringkannya. Kira-kira jam tiga sore, ia tiada. Jam yang hampir sama dengan jam kematian yang diteladaninya. Jenasahnya dibawa ke Rumah Sakit Carolus, dirukti, dan disemayamkan di Katedral Jakarta.
***
Raganya diam terbaring di peti. Seorang malaikat berwajah es batu berdiri tegak menjaganya. Jiwanya mendekati malaikat itu.
“Sahabat …” sapanya pada malaikat bertubuh dan bersayap es itu.
“Bisakah kau menolongku? Kembalikan aku pada ragaku barang satu menit.”
“Bukan kuasaku. Tugasku hanya menjagamu.” Jawab malaikat itu tetap berdiri beku.
“Ah … kau tak paham maksudku. Aku kan sudah menyampaikan pada yang hidup dulu. Kalau aku mati biarlah jasadku disumbangkan pada para peneliti daripada dibaringkan di gereja megah ini. Aku hanya ingin berkata begitu, sesudah itu kau bisa pisahkan aku lagi dari ragaku.” Pintanya pada malaikat itu.
”Sudah tertulis: engkau berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.”jawab malaikat itu.
”Tapi juga ada tertulis: biarlah orang mati mengurusi dirinya sendiri.” Bantahnya.
“Biarlah yang hidup megurusimu. Waktumu mengurus dunia sudah habis.”
***
Hari berikutnya. Tubuhnya sampai di Yogyakarta. Disemayamkan di gereja Kidul Loji, di Jalan Senopati. Sekolah SD alternatif yang didirikannya diliburkan. Anak-anak kecil itu berbaris satu bersatu melongok petinya, memberikan penghormatan yang terakhir. Jiwanya kembali terpana dan seolah tidak terima. Didekatinya malaikat penjaga yang tetap bertubuh dan sayap es batu.
“Sahabat, tolonglah. Lihatlah anak-anak kecil itu. Seharusnya mereka sekolah, bukan tubuhku yang harus mereka longok dan hormati. Tapi pelajarilah buah pikiranku. Berilah aku satu menit saja kembali ke ragaku. Dan akan ku hardik mereka kembali ke kelas mereka.” Pintanya yang kedua.
Malaikat itu diam saja. Kukuh pada berdirinya, tak terbujuk melanggar tugasnya.
***
Hari ke tiga menurut hitungan almanak Jawa. Pelayat berdatangan sekedar menyampaikan bela sungkawa. Karena banyak memang karyanya semasa hidupnya, novel-novel, bangunan-bangunan, pemukiman bagi kaum terpinggirkan, sekolah, buku-buku, maka tak heran kalau pelayatnya ratusan. Mobil-mobil, sepeda motor, sepeda, semua memenuhi parkiran gereja, memenuhi jalan, dan juga memenuhi ruang-ruang kosong di seputaran gereja.
Akhirnya, SMP Negri 2 Yogyakartapun diliburkan, halamannya dipakai parkir kendaraan. Anak-anak remaja kecil itu bersorak gembira kegirangan. Beberapa lalu berinisiatif menjadi relawan dadakan mengatur parkiran.
Jiwa Romo Mangun nampak terpuruk. Wajahnya sedih hampir menangis. Dia duduk terpekur di ujung bawah petinya.
“Sahabat lihatlah … selama hidupku aku bekerja supaya semua bisa sekolah, sekarang kematianku malah meliburkan sekolah. Berilah aku setengah menit saja, supaya bisa ku katakan jangan meliburkan sekolah.”
Malaikat es batu itu tak meleleh sedikitpun oleh hangatnya lelehan air mata Romo Mangun.
Terinspirasi dari obrolan dengan asuw1127@yahoo.com tentang pengkultusan individu dan tulisan Sha Iluvia.
(cuilan catatan 11 tahun meninggalnya Romo Mangun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar