Selasa, 26 April 2011

MEMBANGUN KEPEDULIAN KAUM MUDA TERHADAP LINGKUNGAN SEKITAR


(Rosalia Devi Budi Anggraini – UNIKA Soegijapranata F.Teknologi Pangan 2004)


Indonesia merupakan salah satu negara yang tak luput dari ancaman krisis global. Pasca lengsernya Soeharto, Indonesia masih belum bisa terbebas dari krisis multidimensial yang melanda negeri ini, termasuk
krisis kepercayaan. Hancurnya keadaban publik menjadi masalah yang mendasar bagi negeri ini. Suburnya korupsi, kehancuran lingkungan dan kekerasan merupakan keprihatinan-keprihatinan yang menggerakkan gereja untuk terlibat dalam mengembalikan keadaban publik dengan watak baru yang lebih baik. Kita sering mendengarnya dengan istilah habitus baru.



Berangkat dari keprihatinan-keprihatinan tersebut, Gereja khususnya Keuskupan Agung Semarang (KAS) mengajak warga gereja untuk membangun habitus baru. Hal tersebut tertuang dalam ARDAS KAS 2006 – 2010 alinea 2 yang berbunyi: “Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi  korupsi, kekerasan, dan kerusakan  lingkungan hidup, umat Allah Keuskupan Agung Semarang terlibat secara aktif  membangun habitus baru   berdasarkan  semangat Injil (bdk. Mat 5-7).  Habitus baru dibangun bersama-sama: dalam keluarga dengan menjadikannya basis hidup beriman;  dalam diri anak, remaja, dan kaum muda  dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat; dalam diri yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir dengan memberdayakannya.”

Dalam kutipan ARDAS 2006 – 2010 di atas; dikatakan bahwa kaum muda Katolik (KMK) adalah salah satu elemen yang turut terlibat dalam membangun habitus baru. Kaum muda, khususnya KMK sering diberi label agen pembaruan, melibatkan kaum muda dalam pembangunan habitus baru dan keadaban publik merupakan langkah yang strategis dan tepat. Ciri khas kaum muda yang kreatif, dinamis, kritis dan energik dipandang Gereja sebagai suatu potensi yang belum dieksplorasi dan diekspresikan secara maksimal.

Namun, apakah kaum muda siap menjawab sapaan Gereja tersebut? Rendahnya kepekaan kaum muda terhadap lingkungan di sekitarnya dan rendahnya keterlibatan kaum muda dalam organisasi sosial-kemasyarakatan merupakan tantangan tersendiri bagi Gereja. Selain itu, tidak sedikit dari KMK kita yang terjebak pada gaya hidup konsumerisme, hedonisme dan juga segala sesuatu yang serba instan. Sulit bagi mereka untuk keluar dari kenyamanan tersebut dan mau bekerja keras bersama gereja untuk membangun habitus baru.  Padahal, masalah yang dihadapi kaum muda bukan hanya sekitar masalah pribadi. KMK adalah tonggak pembaruan bagi gereja dan bangsa.

Menyongsong Tahun Kaum Muda (2009), hendaknya KMK mendukung Gereja untuk membangun habitus baru. Inilah tantangan KMK sebagai agent of change. Apa yang bisa dilakukan KMK untuk secara proaktif terlibat dalam membangun keadaban publik? Tentunya tidak hanya sebatas karya sosial-karitatif saja. Alangkah lebih baik jika KMK melibatkan diri dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dapat diasah melalui organisasi kemasyarakatan, pastoral dan sosial politik. Melalui wadah-wadah tersebut kita akan dibantu untuk merekonstruksi cara berpikir kita, cara pandang kita, dan menganalisis masalah dari berbagai sisi. KMK juga dapat membangun jejaring sosial yang luas lewat organisasi yang diikutinya. Dengan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan, kepanitiaan, gerakan dan organisasi kemasyarakatan maka akan memberikan kesempatan bagi KMK untuk mengasah kemampuan dasar kepemimpinan serta meningkatkan kualitas dari KMK itu sendiri. Jadi apa ruginya? Seize the day! Raihlah kesempatan! Jangan pernah menunggu kesempatan untuk datang tapi carilah kesempatan itu.

KMK hendaknya membekali diri dengan pengetahuan global dan membuka cakrawalanya dengan membaca, bertukar pikiran atau berdiskusi. Pengalaman berorganisasi akan memberikan kematangan emosional dan spiritual bagi KMK itu sendiri. Keterlibata KMK dalam suatu organisasi akan mengasah kemampuan leadership seseorang serta meningkatkan kemampuan soft skills dari KMK tersebut. Dengan bekal kemauan, kemampuan dan keberanian tersebut, KMK diharapkan mampu menghidupkan (kembali) komunitas-komunitas basis (KOMBAS) yang mempunyai niat baik, visi dan misi sosial dalam rangka pengembangan umat Allah.

Pada dasarnya, untuk bisa mengubah lingkungan kita maka setidaknya kita harus mengubah diri sendiri kita terlebih dahulu. Perubahan kecil yang ada dari kita akan mempelopori adanya perubahan pada orang-orang yang ada di sekitar kita.
Pro Ecclesia et Patria 

16 Oktober 2008, 
Tulisan ini dalam Buletin Radix (WMD )edisi 1 Nov 2008   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar