Kamis, 28 April 2011

Wawancara Romo Y.B. Mangunwijaya: "Era Soeharto Telah Usai"

Aksi mahasiswa sudah bergeser. Kini telah tergantikan dengan aksi massa yang diwarnai kerusuhan, penjarahan, juga pembakaran. Banyak korban berjatuhan. Sebelum Jakarta memanas, Purwani Diyah Prabandari dari TEMPO Interaktif mewawancarai Romo Y.B. Mangunwijaya, hari Senin lalu, 11 Mei di Yogyakarta, beberapa hari setelah jatuhnya korban pertama di Yogya yaitu mahasiswa bernama Mozas Gatotkaca. Mangunwijaya, tokoh yang sangat kritis ini, sudah memperkirakan akan terjadinya amuk di Indonesia. Dan itulah memang yang terjadi sekarang.

Mengapa aksi mahasiswa menuntut reformasi kian keras dan diwarnai bentrokan dengan aparat?
Aksi akhir-akhir ini bukan hanya aksi mahasiswa. Tetapi saya pikir
adalah seluruh masyarakat. Mahasiswa hanya pemicu. Tetapi kalau Anda mendengar pendapat masyarakat umum, di jalan, di pasar, kampung, mereka bicara sudah tidak percaya terhadap pemerintah lagi. Waktu yang 30 tahun selama ini sudah terlalu lama. Dan sejak 6 Mei, dengan naiknya harga BBM, telah menyulut kian maraknya aksi, tidak hanya di kalangan mahasiswa. Tetapi anak-anak muda kampung sudah bergabung.
Menurut Anda, berapa lama lagi pemerintah akan mampu bertahan ?
Saya pikir, kita mengetahui bahwa era Soeharto telah habis. Hanya kita tidak tahu dengan tepat, kapan akhir dan bagaimana caranya. Tetapi hari-harinya telah habis.
Apakah masih ada kemungkinan reformasi atau pergantian penguasa dengan damai ?
Saya pikir, ini adalah masalah yang sangat kompleks. Menurut saya, satu-satunya cara pergantian kekuasaan dengan damai adalah dengan dukungan dari bagian terpenting dari dalam tubuh militer. Ini karena kita tahu bahwa ada militer yang memahami anak-anak muda. Mereka memihak yang muda. Dan kemudian mungkin meminta Soeharto untuk mundur dengan damai tanpa pertumpahan darah. Hanya dengan dukungan mereka kepada anak-anak mudalah pergantian kepemimpinan nasional bisa dilakukan dengan damai.
Anda melihat begitu?
Kelihatannya, para pemimpin ABRI mendesak dan mendorong anak-anak muda, sehingga terjadilah bentrokan antara anak-anak muda dengan militer itu. Dan kerusuhan meledak, proses turunnya Soeharto bisa dipercepat. Dan mereka memprovokasi terjadinya anarki untuk memburukkan nama Soeharto di mata dunia internasional. Dan kemudian super power mendesak Soeharto untuk mundur. Seperti kasus Marcos dan Mobutu.
Ada bukti?
Saya tidak bisa membuktikannya. Tetapi saya tahu bahwa militer melakukan dengan jelas. Sangat buruk dan menyedihkan karena seseorang atau beberapa orang akan dikorbankan untuk operasi ini. Tetapi saya menangkap kesan itu. Saya tahu banyak jenderal yang mengatakan tidak menginginkan Soeharto lagi. Jadi saya pikir, mungkin ada beberapa strategi tersembunyi untuk mengganti Soeharto.
Apa mungkin bahwa Presiden Soeharto akan meninggalkan negara ini?
Saya pikir tidak. Dia masih punya orang meski sedikit. Kalau Anda melihat kabinet baru, dia hanya mempercayai begitu sedikitnya orang. Sehingga Anda bisa membandingkan betapa dekatnya mereka. Sehingga masyarakat bisa menyimpulkan bahwa mereka tidak bisa dipercaya lagi.
Bagaimana dengan ABRI dalam situasi sekarang ?
Ada rumor bahwa ada dua faksi di tubuh ABRI. Yaitu kelompok Jenderal Wiranto (Pangab) dengan Agum Gumelar (kini Gubernur Lemhanas), dan di sisi lain adalah Prabowo Subianto (Pangkostrad). Di antara mereka terdapat ketidak-sepakatan. Dan sekarang saya pikir, kebanyakan pemimpin ABRI, bahkan Prabowo sedang berada dalam keraguan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana bertindak. Karena mereka sekarang tahu bahwa semua ini sudah bukan mahasiswa lagi, tetapi semua anak muda.
Mereka punya pilihan antara memihak 200 juta rakyat atau hanya beberapa keluarga. Saya pikir, kita sekarang memikirkan apa yang akan dilakukan. Dan Wiranto memang seorang Pangab yang sekaligus Menteri Pertahanan. Tetapi dalam praktek, dia hanya bersenjata meja dan bolpoin. Namun Prabowo, Muhdi dan Sjafrie punya senjata dan tank.
Apa maksudnya ?
Kita tidak tahu apakah mereka masih setia kepada bosnya atau akan meninggalkan sang bos. Sekarang, mahasiswa mendapatkan kemenangan dengan pemberitaan semua media massa, bahkan juga televisi. Mereka semua juga mendengar kuliah dari para dosennya atau juga semua intelektual yang mendukung mereka. Kalau kita lihat, banyak pegawai negeri juga telah mendukung. Situasi sekarang sangat berbahaya. Kekerasan yang terjadi 6 Mei, sejak kenaikan harga BBM, bukannya menurun. Tetapi justru semakin menyebar.
Mengapa?
Karena sebelumnya rakyat hanya melihat apa yang dilakukan mahasiswa. Tetapi sekarang, dengan kesulitan ekonomi yang mereka hadapi, mereka menyadari bahwa ini juga masalah mereka.
Apa Anda sudah memperkirakan rakyat bergabung dengan mahasiswa?
Saya tidak heran melihat perkembangan yang sangat pesat ini. Ini sangat wajar. Kalau kita melihat sejarah dan semua perkembangan yang kita alami, bagaimana pemerintah mengadakan pemilu, atau mencalonkan satu calon tunggal untuk jadi presiden, semua sangat jelas. Tetapi kami tidak bisa berjalan sendiri.
Mengapa?
Kita ini 50 persen tergantung pada dukungan negara-negara lain.
Apa yang harus dilakukan masyarakat internasional ?
Sangat jelas. Jangan ulangi kebijakan mereka kepada Marcos dan Mobutu lagi. Jangan dukung Soeharto. Clinton dan Albright masih mendukung Soeharto. Tetapi masih ada departemen perdagangan dan pengusaha yang tidak suka Soeharto. Sehingga ada sikap mendua dari pemerintah AS sendiri.
Apa Anda melihat kemungkinan people power di sini ?
Sangat berbeda. Saya selalu mengatakan lebih baik dengan people power seperti di Filipina daripada people power seperti di Myanmar. Tetapi saya pikir di Indonesia tidak akan ada people power. Yang ada adalah anarki dan pertumpahan darah, atau juga amuk. Saya sangat mengkhawatirkan terjadinya amuk ini. Ini juga yang saya lihat di Yogya sini. Bukan people power. Dan saya pikir Presiden memahami situasi ini. Bahaya amuk akan lebih berbahaya daripada people power.
Kadang kita melihat demonstran beri bunga ke aparat. Apa ada ambiguitas ketika mereka berkonfrontasi ?
Ya. Saya tahu bahwa polisi sangat sedih ketika harus memerangi mahasiswa. Karena banyak aparat yang mempunyai anak-anak yang sedang kuliah dan sekolah di SMA. Mereka semua menentang Seoharto. Jadi di antara militer dan polisi, ada ambiguitas apakah akan mematuhi bos mereka atau melanggarnya.
Apa ada kemungkinan bahwa polisi akan menolak perintah atasan ?
Menurut saya, mereka tidak akan bicara. Mereka hanya meninggalkan tugasnya. Mereka hanya tidak akan melakukan perintah.
Menurut Anda, siapa yang memprovokasi sehingga terjadi kerusuhan ?
Saya curiga, ada kelompok tertentu yang mendorong terjadinya pergantian kekuasaan dengan cepat. Menurut mereka, aksi mahasiswa terlalu lemah, terlalu lama dan terlalu sopan. Mereka ingin cepat. Sehingga mereka memprovokasi bentrokan. Mereka akan bakar motor, menghancurkan di mana-mana. Sehingga ada puing-puing di mana-mana. Dan mereka akan mengambil gambarnya dan mengatakan, "Lihat ini hasil Soeharto. Dia tidak lagi punya otoritas."
Untuk apa ?
Saya pikir, mungkin politisi tingkat tinggi atau ada orang lain yang memprovokasi bentrokan ini. Ini untuk menunjukkan ke dunia luar, bahwa mereka (negara asing) tidak bisa lagi mendukung Soeharto.
Apa ada ironi bahwa ketika bantuan IMF cair, Indonesia justru meledak ?
IMF datang terlambat, pemerintah AS, Jepang, Australia dan negara datang terlambat. Semuanya tampak datang terlambat. Jadi seperti penyakit kanker yang sudah tidak bisa diobati lagi, kecuali dengan mengoperasi dan menghilangkan penyakit kanker itu.
Apa kejadian sekarang sama dengan kejadian 1966 lalu, ketika anarki membuat Soekarno diganti Soeharto?
Tidak ada kesamaan dengan peristiwa 1966. Soekarno diusir oleh AS, dan kemudian yang berkuasa adalah ABRI. Dan sekarang, Soeharto didukung oleh AS, dan militer masih setia padanya.
Apa adil kalau ABRI minta Presiden Soeharto berhenti ?
Saya pikir cara terbaik adalah minta Pak Harto untuk istirahat. ABRI bilang kalau mereka tidak melakukan kudeta, tetapi meminta Soeharto istirahat dan kami yang akan melanjutkan tugas Anda (Soeharto, Red.) dengan atas nama Anda. Seperti tahun 1966, Soeharto menangani krisis bukan dengan cara menggulingkan Soekarno, tetapi menjalankan pemerintahan atas nama Soekarno. Itulah yang harus dilakukan. 1998,Copyright © PDAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar